HUKUM WARIS PERDATA

 

Pendahuluan

Penulis ingin mengungkapkan satu peristiwa penting yang masih hangat terjadi di Jember. Pengungkapan kasus pembunuhan yang mayatnya dikubur di lantai musala sebuah rumah dengan motif anaknya ingin menguasai warisan dan istrinya yang mau menikah lagi. Polisi menetapkan Busani (45) dan Bahar (26) sebagai tersangka pembunuhan Surono alias Sugiyono (51). Busani merupakan istri Surono. Sedangkan Bahar merupakan anak mereka (Sumber berita : DetikNews 08/11/2019).

Latar belakang peristiwa ini menjadi pelajaran penting bagi kita untuk memahami tentang seluk-beluk warisan dari perspektif hukum yang berlaku di Indonesia.

Di Indonesia terdapat 3 (tiga) sistem pewarisan, yaitu hukum waris adat, hukum waris perdata, dan hukum waris Islam. Ketiganya memiliki perbedaan mengenai unsur-unsur pewarisan. Pembahasan kita terkait dalam hukum waris perdata.

Hukum waris perdata diatur dalam Kitab Undang-undang hukum perdata (KUH Perdata) tercantum dalam pasal 830 sampai dengan pasal 1130.

Definisi Hukum Waris

Hukum waris menurut Vollmar merupakan perpindahan harta kekayaan secara utuh, yang berarti peralihan seluruh hak dan kewajiban orang yang memberikan warisan atau yang mewariskan kepada orang yang menerima warisan atau ahli waris.

Menurut Pakar Hukum Indonesia, Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro (1976), hukum waris diartikan sebagai hukum yang mengatur tentang kedudukan harta kekayaan seseorang setelah pewaris meninggal dunia, dan cara-cara berpindahnya harta kekayaan itu kepada orang lain atau ahli waris.

Hukum Waris perdata dapat dibagi menurut sifatnya:

Adapun 3 macam sistem keturunan menurut sifat hukum waris yaitu :

  1. Sistem pribadi

Ahli waris adalah perseorangan, bukan kelompok ahli waris.

  1. Sistem bilateral

Mewaris dari pihak ibu maupun bapak.

  1. Sistem perderajatan

Ahli waris yang derajatnya lebih dekat dengan si pewaris menutup ahli waris yang lebih jauh derajatnya.

Unsur-Unsur Hukum Waris

Adapun unsur-unsur hukum waris sebagai berikut :

  1. Pewaris

Pewaris adalah orang yang meninggal dunia atau orang yang memberikan warisan baik harta atau kewajibannya kepada ahli waris.

  1. Ahli waris

Ahli waris adalah orang yang menerima warisan yang diberi hak secara hukum untuk menerima harta dan kewajiban atau hutang yang ditinggalkan oleh pewaris.

  1. Harta warisan

Harta warisan adalah segala sesuatu yang diberikan kepada ahli waris untuk dimiliki pewaris, baik itu berupa hak atau harta seperti rumah, mobil, dan emas maupun kewajiban berupa hutang.

Pasal 830 menyebutkan, “Pewarisan hanya berlangsung karena kematian”. Jadi, harta peninggalan baru terbuka jika si pewaris telah meninggal dunia saat ahli waris masih hidup ketika harta warisan terbuka.

Dalam undang-undang terdapat dua cara untuk mendapat suatu warisan, yaitu sebagai berikut :

  1. Secara ab intestato (ahli waris menurut undang-undang) dalam pasal 832.

Menurut ketentuan undang-undang ini, yang berhak menerima bagian warisan adalah para keluarga sedarah, baik sah maupun di luar kawin dan suami atau istri yang hidup terlama. Golongan ahli waris adalah sebagai berikut :

1.1. Golongan I :  Suami/Istri yang hidup terlama dan anak/keturunannya;
1.2. Golongan II :  Orangtua dan saudara kandung pewaris.
1.3. Golongan III :  Keluarga dalam garis lurus keatas sesudah bapak dan ibu pewaris.

1.4. Golongan IV  : Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.

Contoh : apabila ahli waris dalam Golongan I masih hidup, maka ahli waris dalam Golongan II tidak berhak atas harta warisan.

  1. Secara testamentair (ahli waris karena ditunjuk dalam surat wasiat/testamen) dalam pasal 899. Dalam hal ini pemilik kekayaan membuat wasiat untuk para ahli warisnya yang ditunjuk dalam surat wasiat/testamen.

 

Selain peraturan mengenai ahli waris di dalam KUHPerdata terdapat pula peraturan yang mengatur mengenai orang-orang yang tidak patut unruk menjadi ahli waris. Menurut pasal 838 tentang orang-orang yang tidak patut menjadi ahli waris (onwaardig) sebagai berikut:

Menurut pasal 838 KUH Perdata tentang orang-orang yang tidak patut menjadi ahli waris (onwaardig) sebagai berikut:

  1. Orang yang telah dihukum karena membunuh atau mencoba membunuh pewaris;
  2. Orang yang dengan keputusan hakim pernah dipersalahkan memfitnah pewaris, berupa fitnah dengan ancaman hukuman lima tahun atau lebih berat;
  3. Orang yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah pewaris untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya;
  4. Orang yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat pewaris.

Catatan penulis bahwa poin nomor 3 dan 4 jarang terjadi, sebab surat wasiat dibuat di depan notaris.

Pasal 839 KUH Perdata : “Tiap-tiap waris yang tidak patut menjadi ahli waris wajib mengembalikan segala hasil pendapatan yang telah dinikmatinya semenjak warisan terbuka”. Akibat dari tidak patut mewaris, maka warisan jatuh kepada ahli waris lainnya.

 

Contoh Kasus Bilamana pembagian saudara kandung dan saudara tiri

Menurut pasal 857 :

  1. Dilakukan antara mereka dalam bagian yang sama, jika mereka berasal dari perkawinan yang sama. Contoh : X (Ayah) dan Y (Ibu) memiliki anak-anak A, B, C dan D. X & Y telah meninggal dunia, tidak lama kemudian A meninggal dunia karena sakit. Maka B, C dan D masing-masing mendapat bagian yang sama = 1/3.
  2. Jika mereka berasal dari lain-lain perkawinan, maka apa yang akan diwariskan harus dibagi terlebih dahulu dalam dua bagian, yaitu :
  3. Bagian dari garis bapak dan bagian dari garis ibu, saudara-saudara laki dan perempuan yang penuh mendapat bagian mereka dari kedua garis;
  4. Saudara-saudara yang setengah (tiri), hanya mendapat bagian dari garis di mana mereka berada.

Contoh : Apabila ada saudara dari lain perkawinan (saudara tiri), maka :

  1. Terlebih dahulu harta bagian saudara-saudara semuanya dibagi dua sama besar: ½ untuk garis bapak, ½ untuk garis ibu;
  2. Saudara kandung mendapat bagian dari garis bapak dan juga dari garis ibu;
  3. Saudara tiri mendapat bagian hanya dari bagian garis dimana ia berada (di garis bapak atau di garis ibu).

X (Ayah) dan Y (Ibu) meninggalkan keturunan sebagai berikut :

X memiliki anak diluar kawin (B), anak kandung (A) & (C); Y memiliki anak diluar kawin (D). Kasusnya sebagai berikut : A meninggal dunia, maka ahli waris di garis bapak yang mewaris B dan C. Di garis ibu yang mewaris ialah C dan D. Jadi C mewaris dari kedua garis (garis bapak dan ibu).

Pembagian warisan sebagai berikut :

  • Bagian warisan di garis bapak (X) = ½

Yang mewaris di garis bapak ialah B dan C, masing-masing mendapat ½ x ½ = 1/4 .

  • Bagian warisan di garis ibu (Y) = 1/2

Yang mewaris di garis ibu ialah C dan D, masing-masing mendapat ½ x ½ = ¼.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa:

Jadi : B mendapat ¼ , C mendapat ¼ + ¼ (bagian dari garis bapak dan garis ibu) dan D mendapat ¼.

 

Penutup

Demikianlah penulisan tentang hukum waris perdata secara sederhana karena sebenarnya masih lebih banyak lagi yang perlu digali secara cermat dengan kasus-kasus terkini yang terjadi di Indonesia. Kiranya bermanfaat bagi pembaca.